Pura Bakungan diyakini berkaitan erat dengan keberadaan Pura Agung Pecangakan yang berlokasi di Dauhwaru. Keberadaan Candi Bakungan yang terbuat dari bata merah ini juga dipercaya masyarakat sebagai peninggalan zaman Majapahit.
Susunan bata merah di Candi Bakungan ini bentuknya menyerupai candi-candi yang berada di Pulau Jawa. Selain itu, bangunan candi ini terdiri atas bagian kaki candi, badan, dan atap (lapik).
Dari Kutipan Babad Dinasti Ki Ageng Malele Cengkrong diceritakan, pada tahun 1400 M kekuasaan atas daerah Jembrana dilanjutkan oleh keturunan Raja Bakungan. Keturunan yang dimaksud adalah Ki Ageng Cengkrong, Ki Ageng Mekel Bang, dan Ki Ageng Malele Bang.
Lalu, Ki Ageng Mekel Bang mendirikan puri di sebelah timur kerajaan Bakungan yang dinamai Kerajaan Pecangakan. Nama tersebut dipilih karena di daerah tersebut masih dataran rendah yang banyak burung cangak.
Kemudian, Ki Ageng Mekel Bang diberi gelar I Gusti Ngurah Gde Pencangakan oleh penguasa yang berpusat di Samprangan, yaitu Sri Kresna Kepakisan. I Gusti Ngurah Gde Pencangakan lalu memerintah bersama Manca Agung yang bernama Ki Ageng Malele Bang.
Di suatu waktu, I Gusti Ngurah Gde Pecangakan dianugerahi seekor kuda putih oleh Sri Bima Cili yang masih tergolong kerabatnya. Kuda putih tersebut diberi nama Jaran Bana Rana.
Filosofi nama kuda tersebut dipilih karena mengingat Kerajaan Pecangakan yang jauh terletak di sebelah timur Kerajaan Bakungan. Berkat kerja keras dari Kerajaan Pancang Akan, membuat negeri tersebut menjadi aman, makmur, dan sentosa.
Lokasi Pura Bakungan berada di Dusun Paginuman, Kelurahan Gilimanuk, Kec. Melaya, Jembrana, Bali. Biasanya pura ini digunakan sebagai tempat sembahyang para warga lokal atau pelancong.
Di sisi lain, pura ini masih berkaitan dengan sejarah Majapahit yang masih diingat sampai sekarang. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai salah satu jenis pura Bali ini, berikut adalah penjelasannya:
Pada dasarnya, keberadaan Candi Bakungan ini sangat erat kaitannya dengan masuknya Mpu Kuturan ke Bali pada abad ke-9. Hal ini terbukti dengan adanya Lingga-Siwa Buddha yang pada saat itu ditemukan di lokasi peninggalan zaman Majapahit.
Keberadaan Candi Bakungan ini juga telah masuk sebagai cagar budaya nasional sesuai dengan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992 Provinsi Bali, NTB, NTT.
Selain itu, kawasan Candi Bakungan juga termasuk kawasan suci sesuai dengan SK Bupati Jembrana No 373/Sosbud/2005.
Ketika memasuki bagian dalam pura ini, terdapat Candi setinggi 5 meter. Bangunan candi ini adalah bangunan awal atau bangunan pokok yang dikenal dengan nama Candi Bakungan.
Di sisi utara areal Pura Bakungan ini terdapat adanya Pelinggih Taman dn Pelinggih Ulun Danu Tirta. Di lokasi inilah dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat Payogan Dalem Siwa Buddha Narayana.
Biasanya Pemedek yang datang ke tempat ini untuk sembahyang juga melakukan ritual panglukatan dengan sarana banten daksina dan klungah. Pemedek adalah orang yang melakukan usaha pendekatan pada Tuhan melalui rangkaian upacara agama.
Di sisi barat Pura, terdapat pohon beringin besar dan di bawahnya terdapat pelinggih yang isinya patung kijang dan seekor kuda putih. Sesuai dengan pernyataan juru sapuh Pura Bakungan, pelinggih tersebut sebagai penghormatan kepada Patih Ki Jaya Kusuma yang gugur dalam perang mempertahankan Kerajaan Bakungan. Agar liburan anda tidak melelahkan kami sarankan menggunakan sewa mobil dengan sopir yang menemani perjalanan anda ketika di Bali, dengan penyedia sewa mobil di Putri Bali Rental.