Sebagai salah satu daerah di Indonesia yang terkenal akan kebudayaannya yang kaya, kurang lengkap rasanya jika tidak melakukan wisata budaya saat berkunjung ke Pulau Bali. Salah satunya adalah di Desa Trunyan Bali, yang memiliki proses pemakaman unik.
Hanya saja, sebelum memutuskan untuk berkunjung ke desa adat yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali ini, Anda harus tahu bagaimana sejarahnya. Selain itu, Anda juga harus tahu tradisi apa yang ada di sana dan apa saja peraturannya.
Bagi Anda yang penasaran tentangย bagaimana sejarah masyarakat Trunyan Bali, sejarah ini diawali dari Kerajaan Surakarta. Pada saat itu, Raja Surakarta memiliki tiga orang putra dan satu orang putri yang mencium bau harum dari arah timur.
Karena itu, mereka berempat memohon izin kepada sang ayah untuk mencari di mana sumber bau tersebut. Keempat kakak beradik putra raja tersebut pun memulai perjalanan dari Surakarta, dan setelah berhari-hari mereka akhirnya sampai di Pulau Dewata.
Hanya saja, di tengah perjalanan, si anak perempuan meminta izin untuk tinggal dan menetap Gunung Batur karena tempat itu membuatnya nyaman dan aman. Mereka mengizinkan sang putri untuk tinggal, dan melanjutkan perjalanan ke timur dengan hanya bertiga.
Setelah sampai di Desa Kedisan, Pura Dalem Pingit, putra pertama bertengkar dengan putra ketiga. Sang putra pertama menendang putra ketiga hingga terduduk bersila. Lalu, saat sampai di Desa Abang Dukuh, sang putra pertama menendang putra kedua.
Karenanya, hanya putra pertama saja yang sampai di Pohon Taru Menyan, sumber bau harum yang mereka cium. Pada akhirnya, sang putra pertama memutuskan untuk tinggal, menetap, dan menikah di daerah tersebut dan diberi gelar Ratu Sakti Pancering Jagat.
Hanya saja, untuk melindungi wilayahnya, Ratu Sakti Pancering Jagat menyimpan mayat di dekat Pohon Taru Menyan. Menariknya, tradisi pemakaman jenazah di Desa Trunyan tersebut terus berlangsung hingga sekarang.
Mungkin, Anda sudah tidak asing dengan istilah ngaben atau proses pemakaman dengan cara kremasi. Ngaben ini memang sangat identik dengan budaya Bali. Namun ternyata, di Desa Trunyan, pemakaman tidak dilakukan dengan cara ngaben seperti biasanya.
Hal ini karena, seperti apa yang mungkin sudah Anda ketahui, mayat orang yang meninggal di Desa Trunyan Bali tidak dikremasi, namun ditaruh di dekat Pohon Taru Menyan.
Bila Anda ingin tahu apa nama tradisi pemakaman jenazah di Desa Trunyan Bali, nama tradisi ini adalah mesapah. Bau harum dari pohon tersebut lah yang membuat desa tersebut tidak bau.
Pada umumnya, jumlah mayat yang ada di bawah Pohon Taru Menyan tidak lebih dari 12 orang. Selain itu, mayat tersebut juga harus merupakan mayat orang yang telah menikah, meninggal dengan cara yang wajar, dan memiliki tubuh yang masih utuh.
Jika tidak, maka akan dilakukan cara pemakaman lain, yaitu sebagai berikut!
Pemakaman untuk anak-anak atau orang yang belum menikah.
Pemakaman untuk orang yang meninggal karena cara yang tidak wajar atau meninggal dengan anggota tubuh yang tidak lengkap.
Selain sejarah dan tradisinya, Anda pun harus tahu pantangan di Desa Trunyan, yaitu tidak boleh berkata kasar dan tidak boleh membawa barang apapun dari desa tersebut.
Itulah segala hal tentang Desa Trunyan Bali yang perlu Anda tahu, mulai dari sejarah, tradisi, hingga peraturan yang ada di desa adat tersebut.ย Masih banyak lagi destinasi wisata yang anda bisa kunjungi selama di Bali, untuk memudahkan perjalanan ada baiknya anda menggunakan jasa sewa mobil di Bali ataupun dengan Sopir yang berpengalaman.